Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Sabtu, 31 Maret 2012

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA "TK_4"



Bank Indonesia (BI) mengungkapkan kasus sengketa antara nasabah dengan bank terus menunjukkan tren peningkatan. Direktorat Mediasi Perbankan BI mencatat sepanjang 2010 kasus sengketa antara nasabah dengan bank mencapai 278 kasus atau meningkat dari tahun 2009 yang hanya mencapai 231 kasus.

Bank sentral memaparkan, kasus antara bank dan nasabah masih didominasi mengenai sistem pembayaran terutama kartu kredit yang mencapai 147 kasus.

Demikian diungkapkan oleh Ketua Tim Mediasi Perbankan Direktorat Mediasi Perbankan, Sondang Martha Samosir ketika berbincang dengan detikFinance di Jakarta, Senin (10/1/2011).

"Kasus sengketa antara nasabah dan bank yang masuk mediasi BI itu meningkat dari 231 kasus di 2009 menjadi 278 kasus sepanjang 2010. Kebanyakan kasus masih mengenai sistem pembayaran yang terkait kartu kredit," ujar Sondang.

Sondang mengungkapkan, nasabah yang mengadukan kasusnya ke mediasi BI terkait kartu kredit itu misalnya jumlah tagihan yang tidak sesuai dengan pemakaiannya. Selain itu, lanjut Sondang ada juga nasabah protes karena bunga kartu kredit yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian awal.

"Jadi banyak nasabah yang tidak mengerti mengenai perhitungan bunga kartu kredit, perhitungan transaksi dan perhitungan tagihan makanya nasabah tidak terima. Ada juga nasabah yang merasa tertipu karena di hipnotis ketika melakukan penarikan ATM atau ketika membayar menggunakan kartu kredit," kata Sondang.

Melalui mediasi BI, Sondang menambahkan akan dicari win-win solution antara bank dengan nasabah sehingga tidak lagi ada sengketa. Sebagian besar, sambung Sondang ketika sudah masuk mediasi BI seluruh sengketa akhirnya dapat diselesaikan.

"Kurang lebih 90% dari kasus-kasus tersebut dapat selesai. Oleh karena itu kita terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat," terangnya.

Untuk menyelesaikan kasus diatas cara yang dipakai adalah mediasi. Mediasi yang difasilitasi Bank Indonesia ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 10/1/2008 tentang Mediasi Perbankan dimana menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa perbankan dengan cara yang sederhana, murah dan cepat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada bank. Selain itu, hasil mediasi yang merupakan kesepakatan antara nasabah dan bank merupakan bentuk penyelesaian permasalahan yang efektif karena kepentingan nasabah maupun reputasi bank dapat dijaga.

»»  READMORE...

Kamis, 29 Maret 2012

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA "TK_3"

Pemerintah Indonesia optimistis bakal memenangi arbitrase internasional kasus PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang sidang perdananya dijadwalkan berlangsung di Jakarta. Namun, pemerintah RI terancam untuk membayar kewajiban senilai US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 29 triliun.Besaran kewajiban tersebut terdiri atas segala biaya yang dikeluarkan NNT berdasarkan nilai buku dan beban atas 7.000 karyawan perusahaan tambang yang mayoritas sahamnya dikuasai Sumitomo Corp dan Newmont Corporation Ltd tersebut. Selain itu, pemerintah pun harus menyelesaikan kewajiban NNT terhadap pembeli yang terkontrak, pemasok, dan kreditor. Kemungkinan pemerintah bakal rugi bila memenangi arbitrase melawan NNT ini pun secara eksplisit tampak dalam perjanjian kontrak karya (KK) yang diteken pemerintah RI dan NNT. Pasal 22 butir (5) KK yang diteken NNT dan pemerintah RI pada 2 Desember 1986 menyatakan; apabila pengakhiran (terminasi) terjadi selama periode operasi atau sebagian akibat habisnya jangka waktu persetujuan ini, semua harta kekayaan perusahaan, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang berada di dalam wilayah KK harus ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan harga yang besarnya sama dengan ongkos perolehan atau menurut harga pasar, mana yang lebih rendah, tetapi bagaimana pun tidak akan lebih rendah dari nilai buku.
Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Departemen ESDM Bambang Setiawan mengatakan, bila pemerintah Indonesia memenangi gugatan, pihaknya tidak mempersoalkan sekiranya harus memenuhi kewajiban yang diputuskan dalam arbitrase.
“Kalau memang itu diatur dalam KK, ya harus dipenuhi. Namun, tidak serta merta pemerintah yang membelinya, mungkin melalui BUMN sektor pertambangan, seperti PT Aneka Tambang Tbk atau PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) Tbk,” ujar Bambang kepada Investor Daily di Jakarta, akhir pekan lalu. Kendati begitu, Bambang berpendapat, nilai aset buku PT NNT saat ini harus dibuktikan terlebih dahulu oleh sebuah lembaga audit independen. “Tidak bisa asal disebut saja,” ujarnya.
Pasal 24 ayat 33 KK antara pemerintah RI dan NNT menyatakan; pemegang saham asing NNT diwajibkan menawarkan saham NNT sehingga pada 2010 minimal 51% saham NNT akan beralih ke pemerintah Indonesia atau peserta Indonesia lainnya. Saat ini, 80% saham NNT yang mengeksploitasi tambang tembaga dan emas di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) dikuasai Nusa Tenggara Partnership (Newmont 45% dan Sumitomo 35%). Sisa 20% saham dimiliki PT Pukuafu Indah. Pada 2006, NNT menawarkan 3% senilai US$ 109 juta saham kepada mitra Indonesia dan masing-masing 7% pada 2007 senilai US$ 282 juta dan 2008 sebesar US$ 426 juta. Dua tahun lalu, NNT menawarkan saham kepada pemerintah daerah. Pemkab Sumbawa dan Pemprov NTB memperoleh 2%, sedangkan Pemkab Sumbawa Barat 3%.
Dalam proses penawaran saham mencuat perbedaan penafsiran terhadap KK khususnya pasal 24 antara pemerintah dan NNT. Persoalan yang muncul antara lain soal saham NNT yang digadaikan kepada kreditor, kendati sebetulnya telah disetujui pemerintah Indonesia pada 1997. Karena tidak ada kesepakatan, belakangan pemerintah Indonesia secara bersamaan dengan PT NNT membawa kasus tersebut ke ke arbitrase. Menurut anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PAN Alvien Lie, bila ada ketentuan pemerintah harus membayar kewajiban kepada NNT, pemerintah dapat membeli perusahaan tersebut dengan diangsur. “Tidak ada aturan yang harus membayarnya secara tunai. Diangsur saja misalnya 50 tahun,” jelasnya.
Dirut PTBA Sukrisno mengatakan, pihaknya hingga kini belum bisa berkomentar terkait usulan pemerintah mengharuskan perusahaan membeli aset NNT. “Kami belum tahu asal usul kedudukan NNT. Kalau pun ada gambaran soal pembelian, masih akan dibicarakan lebih lanjut antara direksi, komisaris, dan pemegang saham,” katanya di Jakarta, akhir pekan lalu. Senior Director, Communications and Media Relations Newmont Mining Corporation Omar Jabara yang dihubungi melalui surat elektronik di Denver, AS tak bersedia memberi tanggapan. Juru bicara Newmont Rubi W Purnomo kepada Investor Daily, kemarin, mengatakan, sampai saat ini pihaknya ingin memberikan kesempatan bagi proses penyelesaian atas perbedaan melalui arbitrase yang bebas dari sorotan dan spekulasi di media massa. “Untuk itu, pada saat ini, kami tidak ingin memberikan pernyataan apapun yang berhubungan dengan arbitrase dan divestasi PT NNT,” ujarnya.Pemerintah Kalah
Secara terpisah, Direktur Centre for Indonesian Mining and Resources Law Ryad A Chairil mengungkapkan, pemerintah tidak mungkin memenangi gugatan arbitrase NNT.  Sejak 17% saham itu ditawarkan, menurut Ryad, pemerintah pusat maupun daerah tidak bisa menunjukkan dengan jelas pihak mana yang akan membeli saham tersebut. “Secara finansial, pemerintah bahkan mengakui tidak cukup uang untuk menebus 17% saham Newmont. Karena itu, gugatan arbitrase tersebut adalah cara elegan untuk membebaskan pemerintah dari hak pertama membeli saham dan membolehkan Newmont menawarkan pada pihak lain yang mampu membeli saham tersebut,” katanya.
Pemerintah disarankan menunjuk BUMN yang memiliki kemampuan secara finansial untuk mengakuisisi saham Newmont. Ryad menambahkan, pemerintah salah fatal dan melanggar kesepakatan yang tertera dalam KK terkait dugaan lalai (default) yang diajukan Dirjen Minerbapabum (saat itu Simon Felix Sembiring) terkait belum tuntasnya penawaran 17% saham NNT kepada pemda. “Menurut kesepakatan, default hanya bisa diajukan bila para pihak tidak sedang terlibat dalam masalah. Pemerintah sudah melanggar kesepakatan tersebut,” ujarnya.



Untuk menyelesaikan kasus ini cara yang dapat digunakan adalah Arbitrase. Dalam arbitrase  pihak-pihak  yang berselisih  memilih seorang wasit atau lebih untuk memeberikan penyelesaian. Tentunya wasit yang dipilih harus berjumlah ganjil  agar kemungkinan kelebihan suara pada saat memutuskan, dan dalam mengambil keputusan harus menggunakan sistem musyawarah. Wasit ini biasanya adalah para ahli dalam bidang perniagaan atau perusahaan yang bersangkutan.
»»  READMORE...

Rabu, 28 Maret 2012

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA"TK_2"

PT Sara Lee Indonesia, perusahaan besar yang bergerak di consumer product, diguncang masalah dengan karyawanya. Sekitar 200 buruh bagian pabrik roti yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja PT Sara Lee Indonesia, menggelar aksi mogok kerja di halaman pabrik, Jalan Raya Bogor Km 27 Jakarta Timur. Aksi mogok kerja ini, ternyata tidak hanya di Jakarta namun serentak di seluruh distributor Sara Lee se-Indonesia. Bahkan, buruh yang ada di daerah mengirim ‘utusan’ ke Jakarta untuk memperkuat tuntutannya. Utusan itu bukan orang, namun berupa spanduk dari Sara Lee yang dikirim dari beberapa daerah. Dalam aksinya di depan pabrik, para buruh yang mayoritas perempuan ini membentangkan spanduk berisikan tuntutan kesejahteraan kepada manajemen perusahaan yang berbasis di Chicago Sara Lee Corporation dan beroperasi di 58 negara, pasar merek produk di hampir 200 negara serta memiliki 137.000 karyawan di seluruh dunia. Dengan mengenakan kaos putih dan ikat merah di kepalanya. Buruh merentangkan belasan spanduk, di antaranya bertuliskan: “Kami bukan sapi perahan, usir kapitalis”, “Rp 16 triliun, Bagian kami mana?”, “Jangan lupa karyawan bagian dari aset perusahaan juga.” “Kami Minta 7 Paket”, “Perusahaan Sara Lee Besar Kok Ngasih Kesejahteraan Kecil” juga tuntutan lain tentang kesejahteraan dan gaji yang rendah. Spanduk juga terpasang di pagar pabrik Sara Lee, juga ada sehelai kain berisi tanda tangan para pekerja dan 12 poster yang mewakili suara masing-masing tim dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Banyuwangi, Medan, Makassar, Denpasar, Jember, Surabaya, Madiun, Kediri, Gorontalo, Samarinda, Lombok dan Aceh. Poster dari Surabaya GT tertera beberapa kalimat yang berbunyi: “Kami tidak akan berhenti mogok, sebelum kalian penuhi tuntutan buruh, penjahat aja tahu balas budi, kalian?” Juga poster dari Tim Banyuwangi menyuarakan: “Kedatangan kami bukan untuk berdebat, kami datang untuk meminta hak kami, jangan bersembunyi di belakang UU, dan jangan ambil jatah kami, ayo bicaralah untuk Indonesia.” “Kami terpaksa mogok karena jalan berunding sudah buntu dari pertemuan tripartit antara manajemen perusahaan dengan serikat pekerja. Banyak tuntutan yang kami ajukan mulai kesejahteraan, peningkatan jumlah pesangon dan kompensasi dari manajemen,” ungkap seorang buruh wanita yang enggan disebut namanya. Buruh takut menyebut nama, sebab manajemen perusahaan akan terus melakukan intimidasi yang menyakitkan. “Ini aksi dalam jumlah yang kecil, dan menggerakan lebih besar dan sering melancarkan aksi, jika tuntutan kami tak dikabulkan,” sambungnya. Perwakilan manajemen sempat mengimbau peserta aksi mogok untuk kembali bekerja melalui pengeras suara, namun ditolak oleh pekerja. Hingga kini aksi buruh terus bertambah sebab karyawan dari distributor Jakarta, Bogor, Tanggeran, Depok dan Bekasi satu persatu memperkuat aksinya itu. Buruh lainnya mengatakan kasus ini bermula dari penjualan saham Sara Lee dijual kepada perusahaan besar. Ternyata, perusahaan baru itu Setelah enggan menerima karyawan lain, sehingga nasib karyawan menjadi terkatung-katung. Bahkan, memutus hubungan kerja seenaknya saja. Buruh pun aktif demo. Sara Lee merasa malu dengan aksi yang mencoreng perusahaan raksasa ini sehingga siap melakukan perundingan tripartit. Sayangnya, hingga kini belum ada kesepakatan karena manajemen perusahaan memberikan nilai pesangon yang sangat rendah, tak sesuai pengabdian karyawan. 



 Untuk menyelesaikan kasus ini menurut saya cara yang dapat diambil adalah negosiasi. Negosiasi merupakan salah satu cara dalam penyelesaian sengketa ekonomi. Negosiasi sendiri berarti proses tawar – menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Negosiasi dapat dilakukan antara pihak perusahaan dengan perwakilan dari karyawan, dengan adanya negosiasi maka kedua pihak dapat mencapai suatu kesepakatan dimana kesepakatan itu akan menguntungkan kedua pihak baik pihak perusahaan maupun karyawan. Tujuan atau keinginan dari kedua belah pihak dapat tercapai perusahaan mendapatkan keuntungan dan karyawan juga mendapat kesejahteraan. Karena bila karyawan melakukan demo, perusahaan juga akan mengalami kerugian besar karena proses produksi menjadi terhambat.
»»  READMORE...

Senin, 26 Maret 2012

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA "TK_1"

KASUS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN PENYELESAIANNYA 

Konsumen seringkali menjadi pihak yang memiliki posisi lemah ketika berhadapan dengan produsen atau pelaku usaha. Istilah “Pembeli adalah raja" kadangkala tidak berlaku jika konsumen atau pembeli berhadapan dengan pelaku usaha besar atau bahkan menengah. Akibatnya, konsumen dirugikan dengan produk atau jasa yang dia beli. Pada situasi yang bersamaan dengan kerugian yang dideritanya, konsumen juga tidak mengetahui bagaimana menempuh jalur hukum untuk memulihkan kembali kerugian yang dideritanya. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sudah dirugikan oleh produsen atau penjual, konsumen tidak tahu pula bagaimana memulihkan kerugian yang dideritanya. Padahal jalur-jalur hukum yang mudah sudah tersedia. Sementara itu, produsen atau pelaku usaha kadangkala dapat menjadi pihak yang merugi khususnya karena kelalaian dalam upaya perlindungan konsumen. Kelalaian produsen atau pelaku usaha dalam melindungi konsumen bisa karena disengaja maupun tidak disengaja akan berdampak secara hukum dan ekonomi bagi produsen atau pelaku usaha yang bersangkutan. Nama baik pun bisa tercoreng akibat kelalaian ini. 

Untuk menyelesaikan masalah ini ada salah satu lembaga yang khusus menanngani masalah ini yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).Tugas BPSK melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi, memberikan konsultasi perlindungan konsumen, melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang atau pihak yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
»»  READMORE...