PENINGKATAN PENGANGGURAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
LATAR BELAKANG
Masalah pengangguran tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang namun juga dialami oleh negara-negara maju. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menjadi penyebab masalah pengangguran yang terjadi di Indonesia menjadi semakin serius. Masalah ini di pandang lebih serius lagi bagi mereka yang berusia 15-24 tahun yang kebanyakan mempunyai pendidikan yang lumayan. Karena mereka merasa pendidikan yang sudah mereka dapatkan ternyata belum dapat menjamin mereka dapat bekerja. Selain itu pengangguran juga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain: perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi dan tingginya inflasi atau keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat inventasi, hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Kolapsnya perekonomian Indonesia sejak krisis pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun.
Ada berbagai macam tipe pengangguran, misalnya pengangguran teknologis, pengangguran friksional dan pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
MASALAH
1. Apakah sistem dunia pendidikan di Indonesia tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas yang sesuai tuntutan pasar kerja sehingga masih banyak lulusan terdidik Indonesia yang menganggur ?
.
PEMBATASAN MASALAH
Di dalam makalah ini saya hanya membahas tentang kelompok pengangguran intelektual di Indonesia yang angkanya terus meningkat antara tahun 2009-2010.
HIPOTESA
Dunia pendidikan di Indonesia memang tergolong masih rendah dan mempunyai beberapa kelemahan salah satunya adalah sulitnya memberikan pendidikan yang benar-benar dapat memupuk profesionalisme seseorang dalam berkarier atau bekerja. Pendidikan di Indonesia terlalu menekankan pada segi teori bukan pada segi praktek. Dan belum maksimalnya pengembangan komitmen wirausaha Selain itu lulusan perguruan tinggi di Indonesia lebih banyak yang memilih untuk bekerja di perkantoran dibanding menjadi wirausahawan.
ASUMSI
Meningkatnya jumlah pengangguran intelektual di Indonesia diakibatkan oleh sarjana yang orientasinya mencari kerja, bukan menciptakan pekerjaan. Selain itu, penyebab banyaknya penganggur intelektual itu, antara lain, semakin menurunnya daya serap sektor formal terhadap tenaga kerja dan ketidaksesuaian antara pendidikan dan kebutuhan pasar. Ditambah lagi, belum bersinerginya kalangan dunia usaha, lembaga pendidikan tinggi, dan pemerintah juga membuat jarak yang semakin lebar antara tenaga kerja yang melimpah dan peluang usaha yang semakin terbatas. Akibatnya, banyak sarjana yang bekerja apa adanya, dengan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. "Tidak bisa dimungkiri kalau para sarjana masih kurang berminat dalam berwirausaha, mereka masih berorientasi sebagai pekerja upahan," Ujar Profesor Zantermans Rajagukguk, Koordinator Peneliti Badan Penelitian, Pengembangan, dan Informasi Kemnakertrans
Makin banyaknya sarjana yang menganggur disebabkan oleh rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kemampuan utama dari sarjana yang bersangkutan. Untuk mengatasi persoalan pengangguran, perlu hendaknya dikembangkan secara maksimal komitmen wirausaha (entrepreneurship) khususnya di kalangan pemuda. Suatu entrepreneur, kata Prof Winarno, Rektor Universitas Katolik Atma Jaya, idealnya sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduk.
LANDASAN TEORI
Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran = jumlah orang yang menganggur x 100%
(unemployment rate)
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja.
Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan Kerja x 100%
Labor force (angkatan kerja) = jumlah orang yang bekerja + jumlah orang yang
tidak bekerja
PEMBAHASAN MASALAH
Pengangguran intelektual di Indonesia cenderung terus meningkat dan semakin mendekati titik yang mengkhawatirkan. Menurut data yang ada jumlah penganggur intelektual lulusan perguruan tinggi di Indonesia pada 2010 mencapai 1.142.751 orang atau naik 15,71 persen dibandingkan dengan 2009. Mereka terdiri atas lulusan diploma sebanyak 441.100 orang dan sarjana 701.651 orang. Pengangguran intelelektual ini tidak terlepas dari persoalan dunia pendidikan yang tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai tuntutan pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik kita kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Fenomena ini yang sedang dihadapi oleh bangsa kita dimana para tenaga kerja yang terdidik banyak yang menganggur walaupun sebenarnya mereka menyandang gelar. Meski ada kecenderungan pengangguran terdididik semakin meningkat namun upaya perluasan kesempatan pendidikan tidak boleh berhenti. Pemerataan pendidikan itu sendiri harus dilakukan tanpa mengabaikan mutu pendidikan.
Sistem pendidikan Indonesia masih mempunyai beberapa kelemahan Salah satu kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah sulitnya memberikan pendidikan yang benar-benar dapat memupuk profesionalisme seseorang dalam berkarier atau bekerja. Pendidikan di Indonesia terlalu menekankan pada teori bukan pada praktek. Di negara-negara maju, pendidikan dalam wujud praktek lebih diberikan dalam porsi yang lebih besar. Disanapun, cara pembelajaran dan pemberian pendidikan diberikan dalam wujud yang lebih menarik dan kreatif agar para siswa juga tidak menjadi bosan. Berbeda dengan di negara kita, saat ini ada kecenderungan bahwa para siswa hanya mempunyai kebiasaan menghafal saja untuk pelajaran-pelajaran yang menyangkut ilmu sosial, bahasa dan sejarah atau hanya menerima saja berbagai teori yang diberikan tanpa memiliki kemampuan untuk menggali wawasan pandangan yang lebih luas dalam memahami dan mengkaji suatu masalah. Sedangkan untuk ilmu pengetahuan alam para siswa cenderung hanya diberikan latihan soal-soal yang cenderung hanya melatih kecepatan dalam berpikir untuk menemukan jawabannya atau hanya sekedar bisa mengejarkan soalnya dengan menggunakan rumus tetapi tidak tahu asal muasal rumus tersebut. Kenyataan inilah yang menyebabkan sumber daya manusia kita tertinggal jauh dengan sumber daya manusia yang ada di negara-negara maju kita hanya pandai dalam teori tetapi gagal dalam praktek. Rendahnya kualitas tenaga kerja terdidik juga adalah karena kita terlampau melihat pada gelar tanpa secara serius membenahi kualitas dari kemampuan di bidang yang kita tekuni, rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kemampuan utama dari sarjana yang bersangkutan yang juga menyebabkan para tenaga kerja terdidik sulit bersaing dengan tenaga kerja asing dalam usaha untuk mencari pekerjaan. Lebih banyaknya sarjana yang berorientasi untuk mencari pekerjaan daripada menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Ini sangat jauh berbeda dengan cita-cita sarjana di negara-negara maju yang lebih banyak berorientasi untu berwirausaha. Disebutkan, jumlah entrepreneur di Amerika Serikat telah mencapai angka 2,14 persen pada tahun 1983. Singapura, berdasarkan Global Entrepreneurship Moneter (2005) melaporkan pada tahun 2001 telah mencapai jumlah entrepreneur 2,1 persen, dan menjadi 7,2 persen tahun 2005. Bandingkan dengan Indonesia yang pada tahun 2006 baru mencapai 0,18 persen atau hanya memiliki 400.000 entrepreneur dari jumlah penduduk 220 juta. Untuk mencapai negara yang dianggap makmur, Indonesia perlu meningkatkan jumlah entrepreneur menjadi 1,1 persen atau menjadi 4,4 juta entrepreneur.
Selain itu banyak calon mahasiswa yang cenderung memilih program studi hanya berdasarkan tren yang ada. Jika tidak karena tren, faktor pemilihan perguruan tinggi lebih karena atas permintaan orangtua atau keluarga dan pengaruh teman. Inilah penyebab ketidaksiapan para lulusan tenaga kerja terdidik untuk menghadapi tantangan dan tuntutan dunia kerja. Jika kita melihat dari sudut pandang ekonomi, pengangguran tenaga kerja terdidik cenderung meningkat pada saat masyarakat mengalami proses modernisasi dan industrialisasi. Dalam proses perubahan itu terjadi pergeseran tenaga kerja antarsektor, yaitu dari sektor ekonomi susbsistem ke sektor ekonomi renumeratif. Setelah kembali mapan, pengangguran cenderung rendah kembali. Pergeseran ekonomi dalam proses industrialisasi tidak hanya berlangsung dari pertanian ke industri tetapi juga terus terjadi dari industri berteknologi rendah ke teknologi tinggi, dan selanjutnya menuju industri yang berbasis informasi dan intelektualitas. Perubahan itu terus berlangsung dari waktu ke waktu yang mengakibatkan tenaga kerja harus terus menerus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan teknologi. Akibatnya pengangguran merupakan suatu kondisi normal di negara-negara maju yang teknologinya terus berubah. Masalah pengangguran terdidik di Indonesia, sudah mulai mencuat sejak sekitar tahun 1980-an saat Indonesia mulai era industri. Memasuki dasawarsa 1980-an, output pendidikan SD dalam jumlah besar telah mendorong pertumbuhan besar-besaran pada jenjang pendidikan menegah dan tinggi. Namun masalah pendidikan menjadi dilematis, di satu sisi pendidikan dianggap sangat lambat mengubah struktur angkatan kerja terdidik. Namun di sisi lain, pendidikan juga dipersalahkan karena mengeluarkan lulusan pendidikan tinggi yang terlalu banyak sehingga menjadi penganggur. Penyebab pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah karena kualitas pendidikan tinggi di Indonesia yang masih rendah. Pengangguran terdidik dapat saja dipandang sebagai rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan. Namun bila dilihat dari sisi permintaan tenaga kerja, pengangguran dapat dipandang sebagai ketidakmampuan ekonomi dan pasar kerja dalam menyerap tenaga terdidik yang muncul secara bersamaan dalam jumlah yang terus berakumulasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengangguran menjadi salah satu masalah perekonomian Indonesia yang tidak bisa dianggap mudah. Pengangguran di Indonesia yang diantaranya para lulusan terdidik atau sarjana jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa faktor yang menjadi penyebab pengangguran intelektual adalah kurangnya pemberian keterampilan atau softskill di luar kemampuan mahasiswa, sehingga biasanya mahasiswa hanya pintar dalam teori tetapi tidak pada prakteknya. Dan kurangnya pengembangan komitmen untuk wirausaha sehingga para lulusan terdidik cenderung lebih banyak mencari pekerjaan daripada menciptakan pekerjaan. Masalah ini harus segera dicarikan jalan keluar agar tenaga kerja terdidik Indonesia dapat bersaing dengan tenaga kerja asing dan supaya kestabilitasan negara tidak terganggu
SARAN .
Kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) harus disempurnakan. Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan yang berorientasi kompetensi. Karena sebagian besar para penganggur adalah para lulusan perguruan tinggi yang tidak siap menghadapi dunia kerja.
Peningkatan keterampilan atau softskill di luar kemampuan utama para mahasiswa untuk menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin ketat dalam era globalisasi ini.
Serta pengembangan komitmen wirausaha (entrepreneurship) secara maksimal khususnya di kalangan pemuda guna meningkatkan kemampuan, produktifitas dan kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA
http://wahyumedia.wordpress.com/2008/09/18/strategi-dan-kebijakan-pemerintah-dalam-menanggulangi-pengangguran/
http://www.portalhr.com/beritahr/seputarhr/1id1703.html
http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-penyebab-masih-tingginya-pengangguran-di-indonesia/
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/21/0018.html
Selasa, 05 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar